Tan Malaka dikenal karena pandangannya yang mandiri dan kerap berselisih dengan sesama tokoh pergerakan maupun pihak Belanda, Jepang, dan komunis Indonesia sendiri. Ia menjalani kehidupan dalam pelarian dan pengasingan di berbagai negara, termasuk Belanda, Jerman, Uni Soviet, Tiongkok, dan Asia Tenggara.