"Baratayuda" karya Pitoyo Amrih adalah sebuah novel yang mengisahkan perang besar dalam epik Mahabharata, yang dikenal sebagai Perang Baratayuda. Cerita ini menggambarkan konflik antara dua keluarga besar, Pandawa dan Kurawa, yang memperebutkan tahta Hastinapura.
Novel ini dimulai dengan latar belakang permusuhan yang sudah lama terjadi antara Pandawa dan Kurawa. Pitoyo Amrih menggambarkan secara detail bagaimana intrik politik, pengkhianatan, dan ambisi pribadi memicu perang yang melibatkan banyak kerajaan dan kesatria di India kuno.
Dalam novel ini, karakter-karakter utama seperti Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa (dari pihak Pandawa) dan Duryodana, Karna, serta Drona (dari pihak Kurawa) diceritakan dengan mendalam. Pitoyo Amrih memberikan sentuhan manusiawi pada setiap karakter, menggali motivasi dan dilema moral yang mereka hadapi dalam perang besar ini.
Perang Baratayuda itu sendiri digambarkan dengan sangat epik dan penuh dengan aksi. Setiap pertempuran yang terjadi di medan Kurukshetra digambarkan dengan detail, menampilkan taktik perang, duel antar kesatria, serta senjata-senjata sakti yang digunakan. Namun, lebih dari sekadar perang fisik, novel ini juga mengeksplorasi perang batin yang dialami oleh para karakter, terutama Arjuna yang harus berhadapan dengan kenyataan bahwa ia harus melawan keluarganya sendiri.
Pitoyo Amrih juga memasukkan unsur spiritual dalam novelnya, menyoroti ajaran-ajaran yang terkandung dalam Bhagavad Gita, yang disampaikan oleh Kresna kepada Arjuna sebelum perang dimulai. Ini memberikan dimensi filosofis pada cerita, memperlihatkan dilema moral dan tujuan hidup yang lebih dalam.
Pada akhirnya, "Baratayuda" adalah kisah tentang kehancuran yang disebabkan oleh ambisi dan kebencian, tetapi juga tentang pengorbanan, kehormatan, dan dharma (kewajiban) yang harus dijalani oleh setiap manusia. Pitoyo Amrih berhasil menghidupkan kembali epik klasik ini dengan gaya bercerita yang memikat dan relevan dengan pembaca modern.