Mengenang Gus Dur tiada habisnya. Guyonannya yang sederhana namun penuh makna, seolah melekat pada kebesaran namanya. Arif, bijak, cerdas, merakyat, dan sederet kata indah lainnya sulit kita temukan pada sosok pemimpin setelahnya. Dia merupakan berkah Tuhan yang dihadiahkan kepada segenap bangsa Indonesia.
Kiprahnya tak terbatas oleh ruang agama maupun ideologi. Semua orang dicintai oleh Gus Dur. Dia ibarat orang yang hanya peduli pada cinta dan kasih sayang. Meskipun kadang kita tercengang dengan keputusannya nyentrik namun tetap menyenangkan dan bikin bahagia.
Banyak diksi-diksi baru diciptakan Gus Dur. Sumbangan dia pada guyunan renyah yang khas itu memang asyik untuk dicermati. Selain mengandung banyak hikmah, guyonan itu kadang berupa prediksi-prediksi terselubung mengenai masa depan. Buktinya prediksi dia yang jadi kenyataan sudah tak terhitung lagi. Semua itu ada dalam buku ini.
Banyak yang menyebut dia hidup pada zaman yang salah, pemikirannya dianggap terlalu maju. Dirinya sering memprediksi masa depan. Tak disangka, prediksi tersebut jadi kenyataan. Persis seperti wali-wali sebelumnya. Meskipun, adagium yang menyatakan bahwa tidak ada yang tahu kewalian seseorang kecuali wali itu sendiri.
Tak berlebihan jika buku ini kita sebut Manaqib Gus Dur. Seperti Manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani, buku ini berisi kisah kehidupan beliau dari sisi yang paling intim. Dari penuturan kerabat, kolega, sahabat, bahkan orang yang berseberangan darinya. Semoga buku ini dapat menghibur kerinduan kita padanya.