Sejarah Islam pada masa awal adalah sejarah pergumulan dan pertarungan politik yang kerap kali dimanifestasikan dalam perang bersenjata. Jalan perang dipilih ketika tawaran damai atau kerja sama dengan pihak lain menemui jalan buntu. Seperti umumnya perjuangan politik, perang bertujuan untuk meraih kekuasaan. Dengan menggenggam kekuasaan, sang tokoh berupaya mewujudkan dan menyebarkan ideologi, keyakinan, dan pemikirannya.
Apa yang kita kenal sebagai dakwah Islam pada lima belas abad silam, yang ditolak oleh para penentangnya hingga berujung pada banyak peperangan, tidak lain adalah jalan politik Nabi Muhammad dari Bani Hasyim untuk membangun dan mendirikan Daulah Rasul. Setiap peperangan yang beliau lakoni dan menangi bertujuan untuk memperkuat dan memperluas kekuasaannya di kalangan masyarakat Arab bahkan luar Jazirah Arab.
Buku ini menyajikan pandangan kritis Sayyid al-Qimni, pemikir kontemporer Mesir, dalam membaca sejarah awal Islam dan sosok Nabi Muhammad dari perspektif politik. Merujuk pada sumber-sumber klasik yang otoritatif, al-Qimni melihat sosok Nabi Muhammad sebagai politikus lihai yang dalam setiap kesempatan mampu mendulang pengaruh dan simpati untuk memperkuat posisinya. Membaca buku ini, kita akan melihat sisi lain yang jauh berbeda dari Nabi Muhammad.
Sayyid Al-Qimni. Lengkapnya, Sayyid Mahmud al-Qimni. Lahir di Mesir, 13 Maret 1947. Dia adalah seorang akademisi, cendekiawan, dan penulis buku-buku sejarah Islam. Pada tahun 2009, mendapatkan penghargaan dari Kementerian Kebudayaan Mesir atas pencapaiannya dalam bidang ilmu sosial.
Karya-karyanya yang lain di antaranya: Ahl ad- Dîn wa ad-Dimuqratiyyah (2005), Syukran Bin Ladin! (2004), al-Jamâ’ât al-Islâmiyyah Ru’yah min ad-Dâkhil (2004), al-Isrâ’iliyyât (2002), al-Islamiyyât (2002), Isrâ’il, ath- Thaurah, at-Târîkh, at-Tadlîl (2000), Qishshah al-Khalq (1999), as-Su’âl al-Akhar (1998), an-Nabi Ibrahim wa at-Târîkh al-Majhûl (1996), an-Nabi Musa wa Akhir Ayyâm Tal al-‘Amarna (1987).