Satu peran utama kitab Kifayatul Atqiya–yang begitu akrab di kalangan para santri di Indonesia Ini–adalah berbagai persoalan di dalamnya, sejatinya merupakan persoalan rutinitas keseharian seorang muslim; bagaimana menata setiap kegiatan dengan baik dan proporsional, semisal mana yang mesti lebih diutamakan ketimbang yang lainnya. Di satu sisi, hal tersebut tampak begitu sederhana, tapi bukankah kita juga sering kelimpungan mengurusi banyak hal dalam satu waktu? Itulah signifikansi buku ini. Dalam buku ini dijelaskan bagaimana cara mengatur urusan duniawi dan ukhrawi serta bagaimana menyeimbangkan keduanya.
Selain memberikan fondasi tentang pemahaman tasawuf secara ringkas dan sederhana, kitab ini barangkali bisa juga disebut sebagai buku pengembangan diri. Bukan dalam artian yang umum, tetapi lebih menitikberatkan kepada pemahaman ruhani. Di dalam Islam, kita tahu, urusan duniawi dan ukhrawi sama pentingnya untuk diupayakan. Inilah yang menjadi benang merah dari tema-tema yang dibahas dalam kitab Kifayatul Atqiya ini. Di dalam buku ini, pembaca akan mendapatkan panduan menjalani rutinitas kesehariannya dengan baik dan tertata, tanpa mesti memilih ataupun meninggalkan antara ibadah ataupun usaha yang sama-sama merupakan kebutuhan dalam hidup.
Ditulis oleh seorang ulama, sufi, fakih, dari Makkah, Sayid Abu Bakar Syatha (1849—1892 M). Yang juga tidak kalah penting, kitab Kifayatul Atqiya ini sendiri merupakan syarah atau penjelasan dari kitab Hidayatul Adzkiya, karangan Syekh Zainuddin al-Malibari, seorang sufi sekaligus pakar fikih kelahiran Malabar, India. Inilah yang menjadikan Kifayatul Atqiya menjadi salah satu kitab penting tentang dasar-dasar ilmu tasawuf praktis dalam literatur dunia Islam.