Imam al-‘Izz bin ‘Abdissalam (577–660 H)—salah satu tokoh besar Islam abad ke-7 H—dikenal sebagai seorang faqīh dan mujtahid. Banyak karya Sulthanul Ulama ini yang belum diketahui khalayak, di antaranya adalah buku ini: Majāz al-Qur’ān.
Upaya memahami kandungan Al-Qur’an tidak bisa melewatkan pembahasan tentang majaz. Sebagai kitab suci yang memuat sisi kemukjizatan sastra tertinggi, Al-Qur’an menyimpan sekian banyak kata dan kalimat yang dinilai sebagai majāz.
Singkatnya, majāz adalah “pengalihan makna dasar dari satu lafaz/susunan kata ke makna lainnya berdasarkan indikator yang mendukung pengalihan makna itu.” Imam al-‘Izz menjelaskan berbagai bentuk dan jenis majāz itu dalam Al-Qur’an, lengkap dengan contohnya masing-masing yang memudahkan untuk dipahami. Imam al-‘Izz membuka mata pembaca bagaimana Al-Qur’an memiliki ketelitian dan keindahan seni retorika yang bahkan tidak dapat ditiru oleh orang Arab yang paling fasih sekalipun.
Betapa pentingnya ilmu ini dipelajari dalam konteks menarik makna dan pesan-pesan Al-Qur’an, sekaligus membantu untuk merasakan betapa indah susunan Kalam Ilahi itu. Seperti ditegaskan Ibnu Khaldun, jalinan huruf-hurufnya serasi. Ungkapannya memikat. Uslubnya manis. Ayat-ayatnya teratur dan sangat memperhatikan situasi dan kondisi dalam bermacam gayanya.