Musa adalah nabi terbesar bagi bangsa Israel. Di dalam Perjanjian Lama, nama Musa senantiasa menghiasi kitab suci tersebut dengan kisah agungnya, terkhusus dalam Pentateukh. Yang paling heroik dan banyak dikenang dari kisah Musa adalah pada peristiwa eksodus yang di dalam Pentateukh tersebut terekam dalam Kitab Keluaran (Exodus). Dia memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dari tekanan Firaun di sana.
Kisah dalam Pentateukh tersebut banyak dijadikan referensi dan diikuti banyak penulis dalam historiografi Musa. Terlebih lagi bahwa kisah tersebut disandarkan pada isi sebuah kitab suci yang kebenarannya tidak bisa ditawar (oleh para pengimannya). Namun demikian, Sigmund Freud yang juga berasal dari keturunan bangsa Israel justru mendobrak “kemapanan” kisah tersebut. Freud berani merekonstruksi kisah Musa, terlebih lagi identitas Musa sebagai seorang yang berkebangsaan Mesir.
Sebenarnya, Freud telah mendapatkan kritikan yang menohok dari karya lainnya, Totem & Taboo. Alih-alih tunduk pada kritikan, karya Freud ini, Moses & Monotheism, justru semakin menegaskan kritikan dari berbagai kalangan – terutama para rohaniawan—atas gagasannya terkait sejarah agama. Meski begitu, Moses & Monotheism tetaplah referensi kecil yang liar dalam memahami gagasan Freud perihal Musa dan keyakinan yang didakwahkannya. Oleh karenanya, kita harus melepaskan kacamata keimanan kita dulu untuk memahami gagasan liar Freud ini.