Sebagian kalangan menganggap bahwa tarekat merupakan ajaran baru dalam Islam yang tidak ada sumbernya dari al-Qur’an dan al-Hadits, sehingga sematan ahlu bid’ah dan syirik sering ditujukan kepada para sâlik, orang yang menyelami ajaran tersebut. Padahal sejatinya tidaklah demikian. Ajaran tarekat mempunyai dasar kuat yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits melalui sanad silsilatu adz-dzahab, mata rantai silsilah keilmuan emas.
Ada juga statement yang menganggap bahwa ajaran tarekat/ tasawuf menjadi penyebab kemunduran Islam. Itu tidaklah benar. Justru ajaran tersebut menjadi benteng umat Islam untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat sebagaimana yang diukir dalam tinta sejarah, mulai Daulah Umawiyah, Abbasiyah hingga Utsmaniyah yang kekuasaannya menembus Eropa (Konstantinopel) pada masa Sultan Muhammad al-Fatih dan Sultan Abdul Hamid II yang ditakuti bangsa Barat.
Islam tersebar di Nusantara tidak dapat dipisahkan dari tasawuf, mulai abad pertama Hijriyah (ashhâbu as-safînah), lalu Walisanga hingga Indonesia merdeka. Tokoh-tokohnya sampai sekarang masih terkenang di hati sanubari, seperti halnya Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Syaikh Abdurrauf as-Singkeli, Syaikh Arsyad al-Banjari, Syaikh Yusuf al-Maqassari, Syaikh Abdush Shamad al-Palimbani, Syaikh Ahmad Khatib as-Sambasi, Syaikh Ismail al-Khalidiyah, Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Abdul Karim al-Bantani, Syaikh Idris al-Jamsari, Syaikh Baidlowi al-Lasemi, Syaikh Kadirun Yahya, dan Syaikh Abuya Muda Waly. Selamat membaca….!?