Tragedi Charlie Hebdo di Paris Prancis tak hanya soal penembakan yang menimpa awak redaksi dan para kartunis media tersebut. Namun juga menimbulkan berbagai pertanyaan bagi akal sehat masyarakat dunia; Apakah kebebasan berpendapat (freedom of opinion), kebebasan berekspresi (freedom of expression), dan kebebasan pers (freedom of press) bebas batas tanpa nilai-nilai dan etika? Apakah kebebasan-kebebasan tersebut bebas tanpa batas, sehingga dengan semaunya menghina dan melakukan pelecehan terhadap keyakinan dan simbol-simbol agama?
Pertanyaan-pertanyaan itu harus diajukan kepada publik dunia yang terkesan hanya mempersoalkan "asap" namun melupakan "api" yang menjadi penyulutnya. Terkadang logika dan akal sehat kita seolah dibunuh oleh "opini media massa" terkait kebebasan tersebut. Sehingga yang menjadi sorotan adalah kasus penembakannya semata, sementara akar persoalannya dibiarkan begitu saja.
Penghinaan terhadap Rasulullah dan kaum muslimin bukan kali ini saja terjadi di Eropa. Sebelumnya, penghinaan demi penghinaan, baik berbentuk visual, verbal, bahkan kekerasan fisik terjadi di berbagai negara Eropa. Umat Islam terus diprovokasi dengan berbagai cara, agar masuk dalam perangkap yang sudah mereka siapkan, dengan label-label yang siap distempel; teroris, anti kebebasan pers, anti kebebasan berpendapat, fundamentalis, radikal, dan lain sebagainya.
Buku ini berusaha mengkritik dan mendobrak akal sehat Barat yang selama ini bersikap ambigu, paradoks, dan cenderung absurd. Di satu sisi mereka menjunjung hak asasi manusia, namun di sisi lain mereka menjegal dan mengebiri hak asasi kaum muslimin. Di satu sisi mereka mengecam pembunuhan terhadap 12 orang itu, namun di sisi lain mereka bungkam terhadap pembantaian massal yang terjadi di Palestina, Suriah, Rohingya, dan negara-negara Muslim lainnya